Sabtu, Oktober 5

bungkusan sandal yang tertinggal.

selesai membeli sepasang sandal, saya menuju ke setasiun, membeli tiket lalu mencari duduk dan menunggu kereta sembari membaca koran dari telepon genggam.

* * *

sudah hampir sebulan saya menjalani rutinitas ini. berangkat pagi sekali dari rumah menuju setasiun. menunggu kereta jurusan jogjakarta yang berangkat pertama kali. duduk, kadang tertidur di dalam kereta selama kurang lebih satu jam hingga sampai di setasiun tugu.

sesampainya di tugu, hari masih pagi sehingga saya tak perlu buru-buru menuju kantor yang terletak di ujung jalan setelah keluar dari setasiun. seringnya saya memilih berjalan kaki. syukur, saya belum pernah terlambat sekali pun.

terbiasa berjalan kaki menyusur jalan, membuat saya hafal dengan apa dan siapa yang seperti biasa akan saya temui nanti.


pak becak bertopi caping yang selalu tersenyum menawariku tumpangan. saya baru dua kali menerima tawarannya ketika kebetulan sedang turun hujan. bila tidak saya membalas senyumnya sambil mengatakan sedang ingin berjalan kaki.

ibu penjual nasi gudeg yang juga tak bosan menawariku sarapan.

barisan anak-anak sekolah yang menyeberang jalan, pak polisi dengan sepeda motornya juga seorang lelaki tua yang selalu duduk di salah satu pojok bangunan dengan seruling bambunya. seragamnya hampir tidak pernah berubah. celana hijau panjang, baju garis-garis dengan warna yang sama-sama pudar. dan sepasang 'sandal' dari bekas botol mineral yang digepengkan lalu diberi tali rafia seadanya.

sesekali saya memberinya nasi gudeg yang saya beli sekeluar dari setasiun. dan dia selalu mengangguk tersenyum ketika melihat saya melewatinya.

saya pernah berucap dalam hati, gaji pertama nanti akan saya sisihkan untuk membelikan si bapak sepasang sandal baru.

* * *

hari ini saya menerima gaji pertama saya, yang kebetulan tiba di hari sabtu, dimana saya hanya bekerja setengah hari. maka ketika pulang, saya melangkah dengan raut muka yang berseri-seri.

saya sengaja memutar jalan sehingga melewati jalan malioboro lalu mampir membeli baju kaos untuk anak-anak dan sepasang daster batik untuk istri.

melewati toko sepatu, mata saya tertumbuk pada tulisan 'sale 70%!'. saya masuk melihat-lihat.


* * *

selesai membeli sepasang sandal, saya menuju ke setasiun, membeli tiket lalu mencari duduk dan menunggu kereta sembari membaca koran dari telepon genggam. dari pengeras suara, petugas memberitahu bahwa kereta saya akan datang sepuluh menit setelah kereta jurusan surabaya tiba. belum juga satu halaman selesai terbaca, para penumpang di bangku ruangan sebelah kiri ramai berdiri, banyak yang berlari ke arah luar.

setasiun hiruk bukan kepalang.

saya ikut berdiri, melihat dari jauh ke arah kerumunan. dalam hati bertanya-tanya, ada apakah gerangan. mungkin ada copet yang ketahuan. tapi seorang ibu-ibu yang kembali ke tempat duduknya membawa kabar, ada orang tertabrak kereta.

saya ikut penasaran. berlari kecil menuju arah kerumunan. di tengah kerumunan, nampak sesosok jasad yang sudah ditutupi koran dengan simbahan darah di sekelilingnya. yang terlihat hanyalah celananya yang berwarna hijau pudar tanpa alas kaki.

tidak jauh darinya, ada satu botol bekas air mineral yang digepengkan dengan tali rafia yang aku hafal.

***

mendadak saya lemas seketika. mundur dan bergegas kembali ke setasiun. untunglah, kecelakaan itu tidak menghambat jadwal perjalanan kereta.

jalur keberangkatan di alihkan ke sisi belakang. saya bergegas naik kereta, tercenung lama hingga akhirnya kereta bernjak berangkat. saya tidak sadar, bungkusan berisi baju kaos oleh-oleh untuk anak-anak juga daster dan sepasang sandal warna merah untuk istriku tertinggal tidak terbawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar